Saturday 27 May 2017

Contoh Makalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Undang-undang Kepegawaian Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur pemerintah memiliki kewajiban untuk bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. Selaku pelayan masyarakat, PNS harus memberikan pelayanan yang terbaik atau prima kepada penerima pelayanan tanpa pandang bulu. Jadi PNS berkewajiban memberikan pelayanan atau melayani, bukan minta dilayani. Dari dasar inilah penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu sangat dibutuhkan.
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan jasa perizinan dan non-perizinan, yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan simultan.
Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
B. RUMUSAN MASALAH
1.    Apa yang dimaksud dengan pelayanan terpadu satu pintu ?
2.    Apa saja asas-asas penyelenggaraan pelayanan public satu pintu ?
3.    Bagaimana kebijakan PTSP jika didasarkan pada pendekatan system ?
4.    Apa saja kendala dalam pembentukan PTSP ?
C. TUJUAN PENULISAN
1.    Menjelaskan yang dimaksud dengan pelayanan terpadu satu pintu
2.    Menjabarkan dan menjelaskan asas-asas pelayanan public satu pintu
3.    Menjelaskan kebijakan PTSP jika didasarkan pada pendekatan system.
4.    Menggambarkan kendala dalam pembentukan PTSP.



BAB II
KAJIAN TEORI
A. PELAYANAN
Secara etimologis, pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.
Pengertian lebih luas disampaikan Daviddow dan Uttal (Sutopo dan Suryanto, 2003:9) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan.
Pelayanan publik yang dimaksud dalam Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 (Menpan, 2003:2) adalah ”segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sejalan dengan Rancangan Undang Undang Pelayanan Publik (Republik Indonesia, 2007:2) memaknai bahwa ”pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.”
B. PUBLIK
Publik pada dasarnya berasal dari bahasa Inggris “public” yang berarti umum, rakyat umum, orang banyak dan rakyat. Nampaknya kata “publik” diterjemahkan oleh beberapa kalangan berbeda- beda sebagaimana kepentingan mereka. Berikut beberapa defenisi menurut para ahli
Syafie dkk, ,mengatakan bahwa pubik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.
H. George Fredrickson, menjelaskan konsep “public” dalam lima perspektIf, yaitu (1) public sebagai kelompok kepentingan, yaitu public dilihat sebagai manifestasi dari interaksi kelompok yang melahirkan kepentingan masyarakat, (2) public sebagai pemilih yang rasional, yaitu masyarakat terdiri atas individu- individu yang berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingan sendiri, (3) public sebagai perwakilan kepentingan masyarakat, yaitu kepentingan public diwakili melalui suara (4) public sebagai konsumen, yaitu konsumen sebenarnya tidak terdiri dari individu-individu yang tidak berhubungan satu sama lain, namun dalam jumlah yang cukup besar mereka menimbulkan tuntutan pelayanan birokrasi. Karena itu posisinya dianggap juga dianggap sebagai public, dan (5) public sebagai warga Negara dalam seluruh proses penyelenggaraan  pemerintahan dipandang sebagai sesuatu yang paling penting.

C. PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan public menurut Sinambela adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Agung Kurniawan mengatakan pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Jadi, Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyaikepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dantata cara yang telah ditetapkan.







BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan jasa perizinan dan non-perizinan, yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap penerbitan ijin dokumen, dilakukan secara terpadu dalam satu tempat.
Dengan konsep ini, pemohon cukup datang ke satu tempat dan bertemu dengan petugas front office saja. Hal ini dapat meminimalisasikan interaksi antara pemohon dengan petugas perizinan dan menghindari pungutan-pungutan tidak resmi yang seringkali terjadi dalam proses pelayanan.
Pembentukan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) pada dasarnya ditujukan untuk menyederhanakan birokrasi pelayanan perizinan dan non-perizinan dalam bentuk :
1.    Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan dalam pelayanan yang kurang penting. Koordinasi yang lebih baik juga akan sangat berpengaruh terhadap percepatan layanan perizinan.
2.    Menekan biaya pelayanan izin usaha, selain pengurangan tahapan, pengurangan biaya juga dapat dilakukan dengan membuat prosedur pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan.
3.    Menyederhanakan persyaratan izin usaha industri, dengan mengembangkan sistem pelayanan paralel dan akan ditemukan persyaratan-persyaratan yang tumpang tindih, sehingga dapat dilakukan penyederhanaan persyaratan. Hal ini juga berdampak langsung terhadap pengurangan biaya dan waktu.
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan simultan.
Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan publik. Oleh karena itu, diharapkan terwujud pelayanan publik yang cepat murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Bentuk pelayanan terpadu ini bisa berbentuk kantor, dinas, ataupun badan. Dalam penyelenggaraannya, bupati/wali kota wajib melakukan penyederhanaan layanan meliputi :
1.    pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP);
2.    percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;
3.    kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;
4.    kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya;
5.    mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau Lebih permohonan perizinan;
6.    pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan
7.    pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan Lingkup tugas PPTSP meliputi pemberian pelayanan atas semua hentuk pelayanan perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan Kabupaten / Kota.
            Selain itu PPTSP mengeiola administrasi perizinan dan non perizinan dengan mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan kearnanan berkas. Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat berarti sebagai satu instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang diperlukan untuk memberi pelbagai perizinan (licenses, permits, approvals dan clearances).
            Tanpa otoritas yang mampu menangani semua urusan tersebut instansi pemerintah tidak dapat mengatur pelbagai pengaturan selama proses. Oleh sebab itu, dalam hal ini instansi tersebut tidak dapat menyediakan semua bentuk perizinan yang diperlukan dalam berbagai tingkat administrasi, sehingga harus bergantung pada otoritas lain.

B. ASAS PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK SATU PINTU
Asas dalam penyelenggaraan pelayanan publik satu pintu yaitu :
1.    Transparan, yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti oleh usaha jasa.
2.    Akuntabel, yaitu dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.Salah satu contoh dengan menggunakan jasa urus perijinan yang resmi
4.    Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.Dan juga warga yang ingin memiliki surat ijin membangun bangunan
5.    Efisien, yaitu proses pelayanan perizinan pariwisata hanya melibatkan tahap-tahap yang penting dan melibatkan personil yang telah di tetapkan.
6.    Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban, yaitu pemberi dan penerima pelayanan perizinan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
7.    Profesional, pemprosesan perizinan melibatkan keahlian yang diperlukan, baik untuk validasi administratif, verifikasi lapangan, pengukuran dan penilaian kelayakan, yang masing-masing prosesnya dilaksanakan berdasarkan tata urutan dan prosedur yang telah ditetapkan

C. KEBIJAKAN PTSP BERDASARKAN PENDEKATAN SISTEM
Bagaimana seharusnya kebijakan pelayanan terpadu satu pintu dilaksanakan? Di bawah ini akan diuraikan mulai dari pembentukan, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi kebijakan pelayanan terpadu satu pintu berdasarkan pada pendekatan sistem. Sebelum sampai pada bagaimana membentuk pelayanan terpadu satu pintu, kiranya ada baiknya terlebih dahulu ditinjau mengenai sifat dari pelayanan terpadu itu sendiri yang dalam gambar 1 terdapat dalam kotak identifikasi sistem, sehingga memudahkan untuk melangkah ke jenjang selanjutnya yaitu pemodelan sistem.
1.    Pembentukan
Dalam pelayanan umum dikenal adanya (1) model pelayanan pembagian dan (2) model pelayanan terpadu. Model pertama adalah model pembagian ditandai dengan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing sektor/dinas sesuai kewenangannya. Dengan model ini masyarakat aktif mendatangi instansi yang berwenang. Apabila diperlukan beberapa izin untuk melakukan kegiatan penanaman modal, maka masyarakat mendatangi satu persatu instansi yang bersangkutan. Model pembagian ini merupakan model lama yang dijalankan di instansi pemerintah.
Model kedua adalah model pelayanan terpadu. Model ini mulai diterapkan di beberapa daerah. Secara umum model ini diterapkan melalui pembentukan unit palayanan satu atap/pintu sebagai satu unit tersendiri dengan mengambil alih beban kerja pelayanan umum instansi sektoralnya, mulai dari pekerjaan administratif sampai dengan pemeriksaan substantif permohonan izin.
Pada kedua model pelayanan tersebut terdapat kebaikan dan keburukan. Pada model pelayanan pembagian, pelayanan cenderung tertutup dan kurang transparan. Pada model ini masyarakat sulit memantau proses permohonan izin, biasanya tidak ada standar baku mengenai lamanya waktu pelayanan dan biayanya. Model ini kondusif bagi praktek kolusi dan korupsi. Kebaikan model ini adalah instansi pemberi izin tidak perlu berkoordinasi atau mempertimbangan instansi terkait yang lain dalam memberikan izin. Apabila aparat di dalamnya berorientasi pada pelayanan prima maka pelayanan dapat diberikan dengan cepat.
Pada model terpadu, pelaksanaannya seringkali ditentang oleh instansi yang berwenang memberikan izin. Di Indonesia seringkali suatu pekerjaan dianggap sebagai tambahan penghasilan bagi aparat yang mengerjakannya. Dengan asumsi itu, apabila pekerjaan pemberian izin dialihkan unit kerja terpadu maka aparat yang bersangkutan merasa penghasilannya beralih juga. Pola terpadu ini cenderung transparan.
Kebaikan dari model ini kemudahan bagi masyarakat dalam mengurus izin. Disamping melayani perizinan, model pelayanan terpadu dapat dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah daerah untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat. Melalui pelayanan terpadu dengan seluruh kelengkapannya, pengurusan perizinan usaha akan menjadi mudah dan murah yang membuat pelaku usaha terhindar dari biaya ekonomi tinggi dan waktu yang lama yang biasanya terjadi pada saat proses pengurusan izin.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui latar belakang pembentukan pelayanan terpadu sehingga kita dapat mengetahui filosofi dan latar belakang mengapa lembaga pelayanan itu dibentuk. Namun demikian, saat ini bukan waktunya untuk memilih. Pelayanan satu pintu penanaman modal berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan keharusan. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana memaksimalkan kinerja lembaga itu, bagi yang telah terbentuk dan membentuknya bagi yang belum membentuk.
Untuk membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu perlu juga diperhatikan Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal. Pasal 41 dan pasal 42 Perpres tersebut menyebutkan:
Pasal 41
(1) Dalam pelaksanaan pelayanan penanaman modal terpadu satu pintu, di lingkungan BKPM ditempatkan perwakilan secara langsung dari sektor dan daerah terkait dengan Pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak atas nama dan/atau mewakili dan/atau menjadi penghubung dari instansi sektor dan Pemerintah Daerah masing-masing.
(3) Pembinaan kepegawaian Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi kewenangan instansi sektor dan Pemerintah Daerah masing-masing sebagai instansi induknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 42
Pejabat sebagai perwakilan secara langsung dari sektor dan daerah terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dalam melaksanakan pelayanan penanaman modal terpadu satu pintu dapat sehari-hari bertugas di lingkungan BKPM atau sewaktu-waktu apabila diperlukan sesuai dengan kebutuhan.
Sejalan dengan ketentuan Peraturan Presiden tersebut, di tingkat pusat pelayanan terpadu satu pintu dilaksanakan oleh BKPM dengan melibatkan sektor dan pemerintah daerah. Namun, daerah tidak harus mengikuti pola pelayanan yang ada di tingkat pusat. Sebagian daerah saat ini telah membentuk Kantor Pelayanan Teknis yang merupakan satuan kerja pemerintah tersendiri. Dengan keberadaan SKPD (satuan kerja perangkat daerah)  ini risiko penolakan dari sektor terkait sebab sektor akan merasa kewenangannya tidak diambil oleh sektor lain. Sebaliknya apabila lembaga pelayanan ditempelkan pada SKPMD yang telah ada (misalnya BKPMD) maka sektor-sektor akan merasa kewenangannya diambil oleh sektor lain. Kehilangan kewenangan masih dianggap sebagai hal yang tidak boleh terjadi oleh sebagian aparat pemerintah.
2.    Pelaksanaan      
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu terutama bagi pemerintah daerah adalah ketersediaan segala sarana yang mendukung baik perangkat lunak maupun perangkat keras yang meliputi:
Peraturan di daerah mengenai daftar usaha yang tertutup dan terbuka bagi penanaman modal. Peraturan ini penting karena pertama sebagai pedoman bagi aparat pemda dalam memberikan izin bagi usaha yang akan dijalankan untuk dapat membuat perda ini penyusun perda hendaknya mengacu pada Perpres 76 dan Perpres 77 karena dalam perpres tersebut diatur mengenai kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal dan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal;
Peraturan di daerah mengenai penataan ruang. Peraturan tata ruang akan menjadi pegangan bagi aparat pemda dalam mempertimbangkan pemberian izin mengenai lokasi-lokasi yang dapat diberikan untuk kegiatan penanaman modal;
Peraturan di daerah mengenai lingkungan hidup dan kesehatan. Peraturan daerah mengenai lingkungan hidup dapat berguna sebagai alat pengaman dalam pemberian izin penanaman modal. Maksudnya, apabila terdapat kegiatan permohonan izin kegiatan penanaman modal berpotensi mengganggu fungsi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, maka izin itu harus ditolak. Setiap daerah memang diharapkan bisa mendatangkan modal ke wilayahnynya sebanyak-banyaknya. Namun, apabila kegiatan dalam penanaman modal tersebut membawa kerugian yang lebih besar, dalam hal ini kerusakan lingkungan hidup, maka permohonannya tetap harus ditolak dengan dasar peraturan daerah lingkungan hidup.
Peraturan yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsi kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu. Dengan peraturan ini terdadapat acuan yang tegas mengenai keberadaan dari lembaga pelayanan dimaksud.
Teknologi informasi dan komunikasi sangat penting dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas unit pelayanan terpadu. Teknologi lebih memungkinkan terciptanya asas, prinsip, dan pemenuhan standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Tidak boleh diremehkan adalah peran sumber daya manusia pendukung lembaga pelayanan terpadu. SDM merupakan ujung tombak dan etalase pelayanan. Image suatu organisasi pelayanan akan tergantung pada SDM-nya. Oleh karena itu SDM dalam lembaga ini harus mempunyai kompetensi yang memadai untuk melakukan tugas-tugas pelayanan. Untuk memacu komitmen dan semangat kerja, kepada SDM dapat diterapkan sistem reward and punishment. Punishment diberikan kepada SDM yang tidak mampu melaksanakan tugasnya, dan reward atau insentif diberikan kepada SDM yang menunjukkan pekerjaan yang memuaskan.

3.    Pemantauan dan evaluasi
Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan PTSP sudah sesuai dengan yang direncanakan, maka diperlukan pemantauan dan pengawasan secara berjenjang dan berkesinambungan terhadap pelaksanaan pekerjaan serta melakukan evaluasi guna memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. Ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan, pemantauan dan evaluasi dalam Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 dapat digunakan sebagai acuan, misalnya:
Pengawasan terhadap proses penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Pengawasan atas penyelenggaraan PTSP dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Daerah sesuai dengan tingkat urusan pemerintahan masing-masing melalui mekanisme koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
Materi pengawasan yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Pemerintah Kabupaten/Kota didasarkan pada:
a.    Peraturan Daerah tentang pembentukan PTSP;
b.    Pengintegrasian program PTSP dalam dokumen perencanaan pembangunan dan penyediaan anggarannya;
c.    Ketersediaan pegawai negeri sipil daerah sesuai dengan jumlah dan kualifikasi yang diperlukan;
d.    Ketersediaan sarana dan prasarana untuk rnendukung PTSP; dan
e.    Kinerja PTSP berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bupati dan Walikota menyampaikan laporan secara tertulis kepada Gubernur mengenai perkembangan pembentukan PTSP, penyelenggaraan pelayanan, capaian kinerja, kendala yang dihadapi, dan pembiayaan yang disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan.
Gubernur menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri mengenai perkembangan proses pembentukan PTSP dan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di wilayahnya berdasarkan laporan dari Bupati/Walikota.
Selain pemantauan internal seharusnya dibuka pula pemantauan eksternal oleh masyarakat melalui penerimaan pengaduan dan survey kepuasan masayarakat terhadap pelayanan yang diberikan yang sering disebut dengan indeks kepuasan masyarakat (IKM) yang akan berfungsi sebagai feedback dalam sebuah sistem.

D. kendala dalam pembentukan PTSP
Dalam mengatur tata kerja, penyusun Peraturan Presiden mungkin akan dihadapkan pada benturan kepentingan berbagai pihak sebagaimana terjadi ketika mulai diberlakukan Keppres 29 Tahun 2004. Ketika itu beberapa instansi terkait enggan untuk melimpahkan atau berkoordinasi dengan BKPM dalam melayani perizinan kepada penanam modal. Seringkali di Indonesia kewenangan perizinan dianggap sebagai “profit center” yang mesti dipertahankan oleh suatu instansi. Mungkin hal itulah yang mengakibatkan keengganan tersebut. Bentuk organisasi juga dapat menjadi ganjalan terlaksananya PTSP. Apakah organisasi tersebut akan dibangun :
1.    Sebagai unit promosi dan informasi penanaman modal,
2.    Sebagai sekretariat/koordinator yang mendistribusikan tugas ke dinas-dinas ke instansi terkait, atau
3.    Sebagai lembaga yang mempunyai otoritas mengeluarkan izin bagi penanaman modal.
Masih berkaitan dengan bentuk organisasi adalah masalah keanggotaan. Apabila yang diambil pilihan pertama dan kedua, maka tidak terlalu menjadi masalah. Keanggotaan wakil dari instansi terkait di Pelayanan Terpadu Satu Pintu bisa sebagai “liason officer” atau “officer on call”. Tetapi apabila pilihan ketiga yang dipilih, maka institusi terkait harus memberikan pelimpahan wewenang kepada lembaga PTSP.
Pelaksanaan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu di daerah masih berpedoman pada Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri melalui Sistem Pelayanan Satu Atap dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pemerintah daerah hendaknya juga mengetahui pengaturan pelayanan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Meskipun keempat peraturan perundang-undangan tersebut dapat dikatakan sejalan, dengan menggunakan dasar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, maka pembuatan kebijakan dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu menjadi lebih kuat.
Namun demikian, berkaitan dengan bentuk kelembagaan pelayanan penanaman modal, muncul kebingungan pemerintah daerah terhadap berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah ini pembentukan organisasi pelayanan satu pintu bukan merupakan keharusan. Dalam Pasal 47 diatur bahwa untuk membentuk unit pelayanan terpadu digunakan kata ”dapat” yang artinya dapat dibentuk, tetapi boleh juga tidak dibentuk. Personal atau pegawainya merupakan gabungan unsur-unsur perangkat daerah berbagai sektor. Pasal tersebut berbunyi:
”Pasal 47
1) Untuk meningkatkan dan keterpaduan pelayanan masyarakat di bidang perizinan yang bersifat lintas sektor, gubernur/bupati/walikota dapat membentuk unit pelayanan terpadu.
2) Unit pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang menyelenggarakan fungsi perizinan.
3) Unit pelayanan terpadu didukung oleh sebuah sekretariat sebagai bagian dari perangkat daerah.”
Terhadap keberadaan PTSP terdapat dua kelompok tanggapan. Kelompok pertama adalah yang mendukung keberadaan pelayanan ini. Kelompok ini melihat pada respon yang baik dari masyarakat maupun aparat pemerintah di beberapa kabupaten/kota terhadap keberadaan pelayanan terpadu. Contoh keberhasilan itu adalah Kabupaten Sragen yang mendapatkan penghargaan untuk mutu pelayanan terpadunya dan menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain. Kebijakan pelayanan terpadu dapat mendukung terciptanya aspek-aspek dalam good governance dan memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi dan korupsi.
Kelompok kedua adalah kelompok yang menentang keberadaan PTSP ini. Keberadaan pelayanan terpadu tidak akan berjalan efektif karena instansi hanya memindahkan orang dan tempat. Bahkan di beberapa aspek menimbulkan kerugian bagi masyarakat, misalnya yang semula letak pengurusan dekat, dengan adanya kebijakan pelayanan terpadu satu pintu pengurusannya menjadi lebih jauh. Karena tidak ada altenatif pengurusan, maka iklim kompetisi dalam memberikan pelayanan menjadi tidak ada.









BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebijakan sistem PTSP dapat saja sebagai alternatif perbaikan dari Sistem Pelayanan Satu Atap. Namun demikian, sistem baru ini tidak akan memberikan perubahan yang diharapkan, jika tidak dapat menunjukan adanya efisien dalam pelayanan, memiliki standar waktu dan biaya yang jelas, memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, dan mudah diakses oleh yang membutuhkan. Untuk mewujudkan sistem pelayanan administrasi penanaman modal yang memiliki karakter demikian, salah satu strategi yang perlu dikembangkan dalam PTSP adalah melalui pembentukan Unit Pelayanan (UP) yang memiliki kewenangan khusus dalam pemberian perizinan bidang penanaman modal. UP tersebut dapat didesain dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Merupakan Satuan/Unit Kerja tertentu, yang memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan perizinan penanaman modal secara terpusat. Satuan/Unit Kerja ini memiliki kewenangan untuk memproses dan menerbitkan berbagai perizinan yang merupakan pelimpahan sebagian dari kewenangan unit-unit kerja yang melayani perizinan.
2. Merupakan Satuan/Unit Kerja yang memberikan pelayanan perizinan penanaman modal. Satuan/Unit kerja ini memiliki front line yang berfungsi untuk menerima semua permohonan perizinan penanaman modal di daerah dan back line yang memiliki hubungan kerja dengan satuan/unit kerja yang secara fungsional menerbitkan perizinan.
Kedua bentuk UP tersebut dirancang untuk mengurangi jalur birokrasi dan menyederhanakan prosedur dalam pelayanan penanaman modal di daerah. Dengan demikian, diharapkan waktu dan biaya yang diperlukan untuk pengurusan perizinan penanaman modal di daerah akan lebih cepat dan murah. Selanjutnya, terkait dengan upaya perbaikan iklim penanaman modal di daerah, pembenahan kelembagaan ini juga harus didukung oleh perbaikan dalam standar pelayanan penanaman modal, kualitas sumber daya aparatur yang menangani bidang tersebut, dan komitmen para pimpinan di daerah.









DAFTAR PUSTAKA
Syafie Kencana Inu, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Reneka Cipta
Pasolong Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta
Lijak Poltak Sinambela dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

No comments:

Post a Comment